Kota Magelang __Seorang penjual soto di Kota Magelang nekat nyaleg pada Pemilu 2024 mendatang. Tidak tanggung-tanggung namanya sudah tercatat di Daftar Calon Tetap (DCT) sebagai caleg DPR RI dapil 6 (Wonosobo, Purworejo, Magelang, Kota Magelang, Temanggung).
Dia adalah Makiran, SPd, MM. seorang pemilik soto khas Boyolali ‘Niki Remen’ dan sate ayam khas Ambal, Kebumen.
Dibantu sang istri, Makiran mulai pagi hingga sore berjualan di area selter kuliner samping Informa Kota Magelang, tidak jauh dari RSUD Tidar.
Warung soto “Niki Remen” yang boleh dibilang sederhana ini setiap hari tidak pernah sepi dari pengunjung. Pasalnya soto di warung ini terkenal segar dan bumbu satenya khas.
Saat ditanya apa yang membuatnya bertekat terjun di Politik, Makiran hanya menjawab singkat dan padat.
“Meskipun saya ini sudah dagang, tapi jiwa saya masih buruh,” ungkapnya saat ditemui, Sabtu (30/12/2023).
Pria kelahiran 3 April 1970 ini memang dikenal aktif berkecimpung di perserikatan pekerja sejak 1997. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Wilayah Serikat Pekerja Hero Supermarket (DPW SPHS) Jateng dan DIY tahun 2000.
Tidak hanya itu, Makiran juga dipercaya menjadi Ketua Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Jateng selama tiga periode, sampai sekarang.
Karena itu, ia bertekat memperjuangkan hak-hak buruh atau pekerja secara kolektif. Ia juga ingin melawan omnibus law terutama klaster ketenagakerjaan.
Menurutnya, Undang-undang Omnibus Law yang “katanya” bertujuan untuk mengubah nasib pekerja lebih baik, akan tetapi justru merugikan pekerja, dan lebih menguntungkan pengusaha.
“Karena itu, kepentingan pekerja harus terus disuarakan,” katanya.
“Banyak yang dirugikan dengan adanya omnibus law ini. Seperti klaster-klaster yang terkait pekerja, petani, nelayan, kesehatan, tenaga pendidik dan pendidikan, serta lainnya,” ujar Makiran.
Di klaster ketenagakerjaan, kebijakan outsourcing dalam rekrutmen karyawan sudah menyasar di semua sektor usaha. Angka serapan pekerja yang tinggi. Numun hal tersebut hanya timbul di permukaan. Setelah didalami, ternyata kontrak pekerja outsourcing, dan rata-rata hanya berlaku untuk satu tahun.
“Lulusan sekarang memang terlihat banyak yang terserap. Padahal sebenarnya, rekrutmen angkatan sebelumnya di-PHK,” kata pria yang juga menjabat Ketua Asosiasi Profesi Pemasaran Indonesia (APPI) Jateng itu.
Makiran mengungkapkan bahwa di belakang lulusan tersebut ada perjuangan keras dari orang tua yang berusaha keras membiayai pendidikan sampai selesai. Bahkan dia mengaku pernah kesulitan membayar biaya sekolah sampai harus berhutang.
“Begitu lulus, anak nggak punya kepastian bisa kerja. Itu kebijakan yang jahat,” ucapnya.
Makiran menilai, banyak pekerja yang tidak mengerti hak-haknya. Sebaliknya banyak pengusaha atau pemberi kerja sengaja menyembunyikan hak-hak pekerja. Misalnya soal PHK, mestinya tidak boleh sepihak. Harus melalui pengadilan.
“Kalau status sebagai karyawan tetap, proses PHK harus melalui pengadilan. Tidak boleh asal mem-PHK,” tambah caleg DPR RI Partai Buruh ini.
Dia bertekat memperjuangkan hak-hak pekerja untuk mendapatkan jaminan uang makan, jaminan pengangguran, jaminan pendidikan, dan jaminan perumahan atau hunian, serta BPJS gratis.
“Banyak buruh yang gajinya di bawah UMK, padahal mereka warga miskin. Negara ini sebetulnya mampu untuk memberikan tunjangan uang makan Rp 500.000 per orang per bulan bagi warga miskin, seumur hidup. Dan negara juga mestinya memberi jaminan bagi pekerja yang terkena PHK atau sedang menganggur, berupa uang stimulus,” pungkas Makiram. (Dwi)